1. PENDAHULUAN
Erosi tanah merupakan kejadian alam yang pasti
terjadi dipermukaan daratan bumi. Besarnya. erosi sangat tergantung dari
faktor-faktor alam ditempat terjadinya erosi tersebut, akan tetapi saat ini
manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi. Adapun faktor-faktor alam
yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah, karakteristik landskap dan
iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses peningkatan laju erosi
seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan/atau
pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi tanah dan air
menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga
bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan
berfungsi untuk memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan
keberlanjutan dari sumberdaya lahan.
Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan
metode yang umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Selain sederhana,
metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama
penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Wischmeier (1976) dalam
Risse et al. (1993) mengatakan bahwa metode USLE didesain untuk digunakan
memprediksi kehilangan tanah yang dihasilkan oleh erosi dan diendapkan pada
segmen lereng bukan pada hulu DAS, selain itu juga didesain untuk memprediksi
rata-rata jumlah erosi dalam waktu yang panjang. Akan tetapi kelemahan model
ini adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana
nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap
homogen dalam suatu unit lahan (Hidayat, 2003), khususnya untuk faktor
erosivitas (R) dan kelerengan (LS).
Asumsi yang
dipergunakan adalah nilai faktor LS akan berbeda antara lereng bagian atas dan
bagian bawah. Nilai LS akan lebih besar ditempat terjadinya akumulasi aliran
dari pada dilereng bagian atas walaupun mempunyai panjang lereng dan kemiringan
lereng yang sama.
2. TUJUAN
Ø Menghitung indeks erosivitas hujan dengan metode :
Wiscmeier dan Smith, Hudson, Bols
3. OBYEK
PRAKTIKUM
Menghitung
indeks erosivitas hujan (R) dengan metode Wischmeier dan Smith dan Hudson
4. BAHAN DAN
ALAT
Kertas pias, tabel curah hujan bulanan, kalkulator sc,
kertas double polio dan alat tulis
5. PROSEDUR
KERJA
Ø Memperhatikan
kertas pias yang merupakan hasil rekaman dari alat pencatat curah hujan
otomatis (ombrograph).
Ø Sumbu
horizontal menunjukkan skala waktu selama 24 jam. Setiap skala 1 jam di bagi
dalam 6 skala kecil sehingga menunjukkan waktu 10 menit.
Ø Sumbu
vertical menunjukkan skala tinggi curah hujan antara 0 – 100 mm. Skala ini di
bagi dalam 10 skala kecil sehingga setiap skala kecil menunjukkan tinggi curah
hujan 10 mm.
Ø Memperhatikan
Lembar Kerja 5, yang berfungsi untuk mencatat data curah hujan menurut skala
waktu 15 menit.
Ø Dari kertas pias, tentukan tinggi curah hujan setiap 15
menit. Untuk 15 menit pertama (0 – 15) mulai bergerak naiknya grafik hingga
memotong skala waktu 15 menit pertama (1,5 skala kecil dari skala waktu). Dari
titik perpotongan ini tarik garis sejajar ke kiri dengan sumbu skala waktu
hinggan memotong sumbu skala curah hujan. Jumlah garis skala mm antara titik
perpotongan ini dengan titik awal bergerak naiknya grafik merupakan tinggi
curah hujan 15 menit pertama, angka tinggi curah hujan ini dalam satuan mm
dicatat di kolom 3, Lembar Kerja 5.
Ø Menentukan tinggi curah hujan 15 menit ke dua ( lanjutan dari 15 menit pertama ), mulai
dari titik perpotongan grafik hujan dengan skala waktu 15 menit pertama hingga
memotong skala waktu 15 menit berikutnya (1,5 skala kecil dari skala waktu
hujan). Dari titik perpotongan ini tarik garis sejajar ke kiri dengan sumbu
skala waktu hinggan memotong sumbu skala curah hujan untuk kedua kalinya.
Tinggi curah hujan untuk setiap 15 menit kedua ini dapat dihitung dari selisih
jumlah garis skala komulatif yang ada pada sumbu skala curah hujan hingga skala
15 menit kedua dengan tinggi curah hujan pada 15 menit pertama. Angka tinggi
curah hujan hingga 15 menit kedua ini dicatat di kolom 3, Lembar Kerja 5.
Ø Menentukan tinggi curah hujan untuk setiap 15 menit
berikutnya merupakan lanjutan dari lima batas menit menit sebelumnya dengan
cara pemenggalan waktu hujan setiap 15 menit berikutnya (1,5 skala kecil dari
skala waktu hujan) dan langkah-langkah yang ditempuh untuk menghitung tinggi
curah hujan sama dengan point 7 di atas sampai batas berakhirnya kejadian hujan
selama 24 jam.
Ø Menghitung
Intensitas hujan yaitu tinggi curah hujan setiap 15 menit dikali 4,
catat hasilnya di kolom 4, Lembar Kerja 5.
Ø Menghitung energi
kinetic hujan dengan menggunakan persamaan berikut dan catat hasilnya di kolom
5 dan 6, Lembar Kerja 5.
1. Metode
Wischmeier (1958) : E = 13,32 +
Log I
2. Metode
Hudson (1965) : E = 29,9
– 127,5/I
Ø
Menghitung energi kinetic total curah hujan setiap 15
menit, yaitu energi kinetic hujan (E) di
kolom 5 dan 6 dikalikan dengan curah hujan (r) di kolom 3. Catat
hasilnya dikolom 7 dan 8.
Ø
Hitung energi kinetic
hujan untuk seluruh kejadian hujan, yaitu jumlah masingkolom 7 dan 8 dengan
catatan :
1. Metode Wischmeier
(1958) : jumlah energi kinetic
seluruh kolom 7.
2. Metode Hudson (1965) : jumlah energi kinetic
untuk intensitas hujan >25 mm/jam.
Ø Hitung
intensitas hujan maksimum selama 30 menit (I30), yaitu jumlah curah hujan 2 x
15 menit tertinggi berdekatan lalu dikalikan dengan angka 2.
Ø Hitung Indeks erosivitas hujan untuk masing-masing metode
dengan rumus :
1. Metode Wischmeier
(1958) : R =
2. Metode Hudson (1965) : R =
6. HASIL
Lama
Hujan (menit) (t)
|
Curah
Hujan (mm) (r)
|
Intensitas
(mm.jam-1 (I)
|
Energi
Kinetik rata-rata (joule.m-2.mm-1) (KE)
|
Energi
Kinetik Total (joule.m-2)
(E)
|
|||
W
|
H
|
W
|
H
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|
0-15
|
1
|
4
|
46,79
|
-2,0755
|
46,79
|
-2,075
|
|
15-30
|
2
|
8
|
81,71
|
13,86
|
163,42
|
27,725
|
|
30-45
|
0,5
|
2
|
29,33
|
-33,95
|
14,66
|
-16,975
|
|
45-60
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
60-75
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
75-90
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
>90
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
Total
|
∑ (E)
|
||||||
Bulan
|
Curah
Hujan Bulanan (CH), (Cm)
|
Curah
Hujan Maksimum (CM) (cm)
|
Jumlah
Hari Hujan (HH)
|
EI30
*) Metode Bols
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Januari
|
24,24
|
2,40
|
27
|
97,89
|
Pebruari
|
4,15
|
1,10
|
13
|
10,79
|
Maret
|
15,48
|
3,84
|
27
|
72,99
|
April
|
6,72
|
4,54
|
12
|
42,54
|
Mei
|
4,22
|
0,78
|
17
|
8,09
|
Juni
|
3,23
|
1,32
|
13
|
8,77
|
Juli
|
1,29
|
1,22
|
5
|
4,34
|
Agustus
|
1,58
|
0,60
|
6
|
3,50
|
September
|
0,97
|
0,70
|
4
|
2,54
|
Oktober
|
14,01
|
2,31
|
20
|
56,90
|
November
|
17,32
|
4,74
|
16
|
119,55
|
Desember
|
5,67
|
2,07
|
16
|
19,95
|
jumlah
|
98,88
|
25,62
|
447,86
|
7. PEMBAHASAN
Jika
dihitung dengan metode Weischmeier, didapati bahwa nilai indeks erosivitas yang
terjadi pada daerah tersebut dalam selang waktu selama kurang lebih 4,67 jam tersebut sebesar 46,79. Sedangkan jika
perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan dari Hudson, maka akan
didapati hasil nilai indeks erosivitas hujan sebesar -2,075. Berdasarkan
perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, didapati hasil yang berbeda
terpaut cukup jauh antara hasil dengan menggunakan metode Weischmeier dengan
Hudson.
Pada umumnya semakin banyak data
yang terkumpul maka akan semakin tinggi tingkat keakurasiannya. Perbedaan-perbedaan ini terjadi karena memang spesifikasi
dari rumus tersebut berbeda-beda tempat aplikasinya. Perbedaan tersebut terjadi
karena beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pertama tingkat akurasi atau
ketelitian dari setiap metode dan persamaan antara satu rumus dengan rumus yang
lainnya berbeda. Ketelitian ini tentu akan sangat mempengaruhi hasil
perhitungan.
Pada
saat metode ini diaplikasikan di daerah Sumatra, Bengkulu khususnya, maka akan
menimbulkan persepsi yang berbeda. Hal ini disebabkan karena memang iklim yang
sedikit berbeda dengan Jawa. Jika iklim yang bersifat lama dan luas sudah
berbeda, maka begitu pula dengan sifat cuaca yang ada, dalam hal ini adalah
curah hujan yang berbeda-beda. Metode yang diciptakan oleh Weiscmeier and
Schmidt selama ini digunakan pada daerah-daerah sekitar Jawa dan Madura.
Hal ini
berarti selama kurun waktu tersebut tidak terjadi hujan yang dapat menimbulkan
besaran indeks erosivitas hujan. Sehingga tidakakan terjadi erosi yang
disebabkan oleh air hujan. Dalam data pengamatan terdapat angka 0 yang
menandakan bahwa tidak terjadinya hujan pada waktu tersebut.
Selain
itu, metode Weiscmeier sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian untuk
digunakan pada daerah di wilayah Sumatra. Dengan demikian tidak mengherankan
jika didapatkan perbedaan hasil antar kedua metode. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian dari Mujiharjo (2001), yang menyebutkan bahwa rumus atau persamaan
untuk menghitung tingkat erosivitas hujan antara satu daerah dengan daerah
lainnya dapat berbeda sesuai dengan sifat geografis, iklim, dan cuaca. Selain itu
antara satu metode dengan metode lainnya memiliki tingkat ketelitian yang
berbeda-beda.
8. KESIMPULAN
Ø
Tingkat
erosivitas hujan dapat terhantung pada lamanya hujan, intensitas hujan,
banyaknya hujan, kecepatan jatuhnya hujan, dan sebagainya.
Ø
Penggunaan
persamaan yang satu dengan lainnya memiliki tingkat ketelitian yang
berbeda-beda.
Ø Setiap rumus erosivitas hujan memiliki spesifikasi lokasi
yang berbeda sesuai iklim.
9. SARAN
Untuk acara 5 ini yaitu acara Menghitung indeks erosivitas hujan semestinya coass lebih menjelaskan
lebih detail sehingga kami mahasiswa dapat lebih memahami bagaimana cara
menghitung indeks erosivitas curah hujan yang benar.
10. DAFTAR
PUSTAKA
A.K. Seta. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia, Jakarta.
Kartasapoetra, G ., A.G. Kartasapoetrra, dan M.M.
Sutedjo. 1987. Teknologi
Konservasi Tanah
dan Air. Bina Aksara, Jakarta.
Saleh, B. 2011. Petunjuk Praktikum Ilmu Konservasi Tanah
dan Air. Fakultas
Pertanian
Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Jakarta:
Kalam Mulia.
Yuwono. 2004. Pengukuran dan Pemetaan Kota. Program studi Teknik
Geodasi ITS
Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar