Ayu Komala Sari ^^. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Hukum Mendel 1


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Dasar Teori

Hukum mendel merupakan hukum hereditas yang menjelaskan tentang prinsip-prinsip penurunan sifat pada organism. Sebelum menjadi suatu hokum, banyak para ahli biologi yang belum mengakui pendapat atau teori mendel tentang  hereditas.
Pada tahun 1865, mendel menulis sebuah makalah berjudul “Experiment in Plant Hybridization” Makalah tersebut berisi hasil percobaan persilangan-persilangan tanaman serta hipotesis mendel tenteng pewarisan material genetic dari induk (tetua) kepada anaknya. Berdasarkan percobaan Mendel tersebut, lahirlah konsep hereditas.

Teori pertama tentang sistem pewarisan yang dapat diterima kebenarannya dikemukakan oleh Gregor Mendel pada tahun 1865 atau disebut hokum segregasi. Teori ini diajukan berdasarkan penelitian persilangan berbagai varietas kacang kapri (Pisum sativum). Dalam percobaannya Mendel memilih tanaman yang memiliki sifat biologi yang mudah diamati. Berbagai alasan dan keuntungan menggunakan tanaman kapri yaitu, (a) Tanaman kapri tidak hanya memiliki bunga yang menarik, tetapi juga memiliki mahkota yang tersusun sehingga melindungi bunga kapri terhadap fertilisasi oleh serbuk sari dari bunga yang lain. Hasilnya, tiap bunga menyerbuk sendiri secara alami; (b) Penyerbukan silang dapat dilakukan secara akurat dan bebas, dapat dipilih mana tetua jantan dan betina yang diinginkan; (c) Mendel dapat mengumpulkan benih dari tanaman yang disilangkan, kemudian menumbuhkannya dan mengamati karakteristik (sifat) keturunannya.

Hukum Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan gen secara bebas dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid. (Syamsuri,2004:101)

Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu memiliki genotif heterozigot. Baik pada bunga betina maupun benang sari, terbentuk 2 macam gamet.Maka kalau terjadi penyerbukan sendiri
(F1xF1) terdapat 4macam perkawinan.(WildanYatim,1996:76).
Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter tertentu. Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa) tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominant lengkap). Sedangkan individu heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai alele dominant A dan setengahnya mempunyai alele resesif a. Dengan rekomendasi antara gamet-gamet secara rambang populasi F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan resesif dengan nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif yaitu 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (L. V. Crowder, 1997:33).

Sifat yang muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominant (menang), sedangkan yang tidak muncul disebut sifat yang resesif (kalah). Oleh Mendel, huruf yang dominant homozigot diberi symbol dengan huruf pertama dari sifat dominan, dengan menggunakan huruf kapital yang ditulis dua kali. Sifat resesif diberi symbol dengan huruf kecil dari sifat dominant itu tadi. Symbol ditulis dua kali atau sepasang karena kromosom selalu berpasang. Setiap gen pada kromosom yang satu memiliki pasangan pada kromosom homolognya. (Istamar Syamsuri, 2004).




1.2  Tujuan Praktikum

·  Mencari angka-angka perbandingan sesuai dengan Hukum Mendel.

·  Menemukan nisbah teoritis sama atau mendekati nisbah pengamatan.

·  Memahami pengertian dominan, resesif, genotipe, fenotipe.








BAB II
Bahan dan Metode Praktikum

2.1 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pratikum:
1.
 Model gen (kancing genetik) warna merah sebanyak 15 pasang.
2.
 Model gen (kancing genetik) warna putih sebanyak 15 pasang.

Alat yang digunakan:
1. Dua buah stoples

2.2 Cara Kerja
1. Mendengar pengarahan dari dosen pembimbing atau co-asst.
2. Mengambil model gen merah dan putih, masing-masing 15 pasang atau 30 biji (15 jantan dan 15 betina).
3. Menyisisihkan 1 pasang model gen merah dan gen putih dalam keadaan berpasangan. Ini dimisalkan individu merah dan individu putih.
4. Membuka pasangan gen diatas (langkah 2), ini memisalkan pemisahan gen pada pembentukan gamet, baik oleh individu merah dan individu putih.
5. Menggabungkan model gen jantan merah dan model gen betina putih dan sebaliknya. Ini menggambarkan hasil silangan atau F1, keturunan individu merah dan individu putih.
6. Memisahkan kembali model gen merah dan model gen putih. Hal ini menggambarkan pemisahan gen pada pembentukan gamet F1.
7. Selanjutnya memasukkan semua model gen jantan baik merah maupun putih ke dalam stoples jantan dan model gen betina baik merah maupun putih ke dalam stoples betina.
8. Dengan tanpa melihat dan sambil mengaduk/mencampur gen-gen tersebut ambillah secara acak dari masing-masing stoples, kemudian memasangkan.
9. Melakukan secara terus menerus pengambilan model gen sampai habis dan mencatat setiap pasang gen yang terambil ke dalam label pencatatan.
10. Bisa juga dengan mengembalikan model gen yang terambil (langkah 8) ke dalam stoples masing-masing untuk selanjutnya mendapat kesempatan terambil kembali.
Melakukan percobaan serupa untuk pengambilan 20x, 40x, dan 60x.
BAB III
HASIL


Dari pelaksanaan dan setelah melakukan pengulangan pengambilan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Pencatatan untuk pengambilan 20 x

No
Pasangan
Tabulasi ijiran
Jumlah
1
Merah-merah
IIII
4
2
Merah-putih
IIIII IIIII
10
3
Putih-putih
IIIII I
6

Tabel 2. Pencatatan untuk pengambilan 40 x

No
Pasangan
Tabulasi ijiran
Jumlah
1
Merah-merah
IIIII IIIII
10
2
Merah-putih
IIIII IIIII IIIII IIIII
20
3
Putih-putih
IIIII IIIII
10

Tabel 3. Pencatatan untuk pengambilan 60 x

No
Pasangan
Tabulasi ijiran
Jumlah
1
Merah-merah
IIIII IIIII IIIII
15
2
Merah-putih
IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII I
31
3
Putih-putih
IIIII IIIII IIII
14

Tabel 4. Perbandingan/nisbah fenotipe pengamatan/observasi (O) dan nisbah Harapan/teoritis/expected (E) untuk pengambilan 20 x

Fenotipe
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
Merah
14
15
-1
Putih
6
5
1
Total
20
20
0

Tabel 5. Perbandingan/nisbah fenotipe pengamatan/observasi (O) dan nisbah Harapan/teoritis/expected (E) untuk pengambilan 40 x

Fenotipe
Pengamatan
(Observasi = O)
Harapan
(Expected)
Devisasi
(O-E)
Merah
30
30
0
Putih
10
10
0
Total
40
40
0



Tabel 6. Perbandingan/nisbah fenotipe pengamatan/observasi (O) dan nisbah Harapan/teoritis/ expected (E) untuk pengambilan 60 x

Fenotipe
Pengamatan
(Observasi = O )
Harapan
(Expected)
Deviasi
(O-E)
Merah
46
45
1
Putih
14
15
-1
Total
60
60
0




BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pelaksanaan praktikum acara II (hukum Mendel I),dalam Hukum Mendel I dinyatakan bahwa setiap sifat organisme ditentukan oleh faktor, yang kemudian disebut gen. Faktor tersebut kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam setiap tanaman terdapat dua faktor (sepasang) untuk masing-masing sifat, yang kemudian dikenal dengan istilah 2 alel; satu faktor berasal dari tetua jantan dan satu lagi berasal dari tetua betina. Dalam penggabungan tersebut setiap faktor tetap utuh dan selalu mempertahankan identitasnya. Pada saat pembentukkan gamet, setiap faktor dapat dipisah kembali secara bebas. 

Dalam percobaan hukum Mendel I, dilakukan persilangan monohibrid yaitu warna biji. Warna biji merah (MM) bersifat dominan yang disimbolkan dengan kancing genetic warna merah, dan warna biji putih (mm) bersifat resesif disimbolkan dengan kancing genetic warna putih.
Persilangan antara kancing merah (MM) dengan kancing putih (mm) diperoleh F1 yang 100% berwarna marah (Mm). Karena kancing merah bersifat dominant. Jika F1 disilangkan dengan sesamanya (F1), maka diperoleh tiga macam fenotipe yaitu merah-merah, merah-putih, dan putih-putih. Dengan genotif untuk merah (MM), merah-putih (Mm), dan putih-putih (mm). Menurut hukum Mendel I, perbandingan fenotipe untuk persilangan monohibrid pada F2 adalah 3:1.

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, untuk pengambilan 20x diperoleh data, yaitu untuk warna merah-merah sebanyak
4 kali, warna merah-putih sebanyak 10 kali, dan warna putih-putih sebanyak 6 kali. Sehingga diperoleh perbandingan 4:10:6 yang mendekati angka ratio 1:2:1. Dengan deviasi -1 untuk merah, 1 untuk putih. Deviasi menyatakan besarnya penyimpangan hasil pengamatan terhadap besarnya harapan.

Untuk pengambilan 40x diperoleh data, yaitu untuk warna merah-merah sebanyak 1
0 kali, warna merah-putih sebanyak 20 kali, dan warna putih-putih sebanyak 10 kali. Sehingga diperoleh perbandingan 10:20:10 yang mendekati angka ratio 1:2:1. Dengan deviasi 0 untuk merah, dan 0 untuk putih.
Untuk pengambilan 60x diperoleh data, yaitu untuk warna merah-merah sebanyak 15 kali, warna merah-putih sebanyak 31 kali, dan warna putih-putih sebanyak 14 kali. Sehingga diperoleh perbandingan 15:31:14 yang mendekati angka ratio 1:2:1. Dengan deviasi 1 untuk merah,dan -1 untuk putih.

Kalau nilai deviasi mendekati angka 1 maka data yang diharap makin bagus, dan pernyataan fenotif tentang karakter yang diselidiki mendekati sempurna. Tapi kalau perbangdingan o/e makin menjauhi angka 1, data itu buruk, dan pernyataan fenotif tentang karakter yang diselidiki berarti dipengaruhi oleh faktor lain.
Dari hasil percobaan yang dilakukan, didapat perbandingan fenotif yaitu1:2:1 (1MM:2Mm:1mm). Kancing bergenotif MM dan Mm katanya berfenotif sama, yaitu merah. Karakter m untuk putih karena resesif, ditutupi oleh M yang menumbuhkan karakter merah. Jadi karakter merah dominant. Dengan demikian terbukti bahwa untuk persilangan monohibrid diperoleh perbandingan fenotipe 3:1.

P : MM x mm
(merah) (putih)
Gamet : M m
F1 : Mm
(merah)
F1 x F1 : Mm x Mm
Gamet : M, m M, m
F2 : MM Mm Mm mm
(merah) (merah) (merah) (putih)










BAB V
KESIMPULAN

Setelah melakukan praktikum dapat diambil beberapa kesimpulan,yaitu :

·         Dominan merupakan sifat yang muncul pada keturunan. GENOTIP adalah komposisi faktor keturunan (tidak tampak secara fisik).
·         Fenotipe adalah sifat yang tampak pada keturunan.
·         Sifat dominan ditemukan pada fenotip Merah.
·          Semakin banyak jumlah pengambilan maka akan semakin besar peluang deviasi yang diperoleh.
·         Perbandingan pengambilan 20 X, 40 X, 60 X pada praktikum sudah mendekati bunyi hukum Mendel, yaitu : 1:2:1.
·         Gen merah bersifat dominant terhadap gen putih, sehingga gen putih tertutupi oleh gen merah karena gen putih bersifat resesif.
·         Deviasi menyatakan besarnya penyimpangan hasil pengamatan terhadap besarnya harapan. Deviasi mendekati angka 1 maka data yang diharap makin bagus, dan pernyataan fenotif tentang karakter yang diselidiki mendekati sempurna. Pada pengambilan 40x devisinya 1.
·         Gen merah bersifat dominant terhadap gen putih, sehingga gen putih tertutupi oleh gen merah karena gen putih bersifat resesif.
·          Pada F1 menghasilkan semuanya (100%) merah. Sedangkan pada F2, persilangan antara F1xF1 maka diperoleh tiga macam fenotipe yaitu merah-merah, merah-putih, dan putih-putih. Dengan genotif untuk merah (MM), merah-putih (Mm), dan putih-putih (mm). dengan perdandingan fenotif 1:2:1.
·         Perbandingan fenotipe untuk persilangan monohibrid pada F2 adalah 3:1. Karena gen merah dominan.





JAWABAN PERTANYAAN

(1)    Berapa macam pasangan genotif yang anda peroleh?
Jawaban:
Ada tiga macam, yaitu merah-merah (MM), merah-putih (Mm), dan putih-putih (mm)

(2) Berapa perbandingannya?
Jawaban:
1 : 2 : 1
Yaitu 1 MM : 2 Mm : 1 mm

(3) Jika model gen merah dominan, berapa perbandingan fenotif yang anda peroleh?
Jawaban:
3 dominan (MM atau Mm) : 1 resesif (mm) atau
3 merah : 1 putih

(4)  Apa yang dapat Anda simpulkan dari percobaan Model 2 ini?
Jawaban:
 Percobaan ini menghasilkan genotif yaitu merah-merah, merah-putih dan putih-putih. Dan perbandingan fenotifnya yaitu MM, Mm, mm (1:2:1) untuk F2. sedangkan pada F1 menghasilkan semuanya (100%) merah. Dapat disimpulkan bahwa gen merah dominant, dan gen putih resesif. Perbandingan fenotipe untuk persilangan monohibrid pada F2 adalah 3:1. Karena gen merah dominant.




Daftar Pustaka


Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Suryati, Dotti. 2010. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab. Agronomi Universitas Bengkulu.

Syamsuri, Istamar, dkk. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Welsh, James R.. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Erlangga.

Yatim, Wildan. 1996. Genetika. Bandung: TARSITO.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar